Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah
1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)
Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din
as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah
kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar
diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the
Martyr, dan al-Maqtul.
Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke
Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan
teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr al-
Din al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir
Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya
Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan
diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan
Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh sufi. Di sini Suhrawardi
tertarik seorang sufi sekaligus filosof.
Ajaran Tarekat Suhrawardi
Dalam kitab Awarif al-Ma’arif dibahas tentang latihan rohani praktis, terdiri
dari:
a. Ma’rifah, yaitu mengenal Allah melalui
sifat-sifat Allah, bahwa Allah saja-lah
Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak.
b. Faqr, yaitu tidak memiliki harta;
seorang penempuh jalan hakikat tidak
akan sampai ke tujuan, kecuali jila
sudah melewati tahap ke-zuhud-an.
c. Tawakkal, yaitu mempercayakan segala
urusan kepada Pelaku Mutlak (Allah).
d. Mahabbah, artinya Cinta kepada Allah.
e. Fana’ dan Baqa’; Fana’ artinya akhir
dari perjalanan menuju Allah, sementara Baqa’ artinya awal dari perjalanan
dalam Allah.
As-Suhrawardi mendapatkan gelar “Al-Maqtul” yang artinya terbunuh, karena
mendapatkan fitnah dari sebagian orang yang menuduhnya telah mengajarkan aqidah
yang sesat dan akhirnya dihukum mati oleh pengeran Az-Zahir, putra Sultan
Salahuddin Al-Ayyubi atas desakan dari beberapa pihak.
Pemikiran Teosofis Suhrawardi
Pemikiran teosofi Suhrawardi disebut konsep cahaya (iluminasi, ishraqiyyah)
yang lahir sebagai perpaduan antara rasio dan intuisi. Istilah ishraqi sendiri
sebagai simbol geografis mengandung makna timur sebagai dunia cahaya. Proses
iluminasi cahaya-cahaya Suhrawardi dapat diilustrasikan sebagai berikut: dimulai
dari Nur al-Anwar yang merupakan sumber dari segala cahaya yang ada. Ia Maha
Sempurna, Mandiri, Esa, sehingga tidak ada satupun yang menyerupai-Nya. Ia
adalah Allah. Nur Al-Anwar ini hanya memancarkan sebuah cahaya yang disebut
Nur Al-Aqrab. Selain Nur Al-Aqrab tidak ada lainnya yang muncul bersamaan
dengan cahaya terdekat. Dari Nur Al-Aqrab (cahaya pertama) muncul cahaya
kedua, dari cahaya kedua muncul cahaya ketiga, dari cahaya ketiga timbul cahaya
keempat, dari cahaya keempat timbul cahaya kelima, dari cahaya kelima timbul
cahaya keenam, begitu seterusnya hingga mencapai cahaya yang jumlahnya
sangat banyak.
Pada setiap tingkat penyinaran setiap cahaya menerima pancaran langsung dari
Nur Al-Anwar, dan tiap-tiap cahaya dominator meneruskan cahayanya ke masing-
masing cahaya yang berada di bawahnya, sehingga setiap cahaya yang berada di
bawah selalu menerima pancaran dari Nur Al-Anwar secara langsung dan
pancaran dari semua cahaya yang berada di atasnya sejumlah pancaran yang
dimiliki oleh cahaya tersebut. Dengan demikian, semakin bertambah ke bawah
tingkat suatu cahaya maka semakin banyak pula ia menerima pancaran.
Karya-karya Suhrawardi diantaranya: kitab At-Talwihat al-Lauhiyyat al-
‘Arshiyyat, Al-Muqawamat, dan Hikmah al-‘Ishraq yang membahas aliran
paripatetik; Al-Lamahat, Hayakil al-Nur, dan Risalah fi al-‘Ishraq yang
membahas filsafat yang disusun secara singkat dengan bahasa yang mudah
dipahami; Qissah al-Ghurbah al Gharbiyyah, Al-‘Aql al-Ahmar, dan Yauman
ma’a Jama’at al-Sufiyyin’ ulasan penjelasan sufistik menggunakan lambang yang
sulit dipahami dan, Risalah al-Tair dan Risalah fi al-‘Ishq terjemahan dari
filsafat klasik, dan Al-Waridat wa al-Taqdisat berisi serangkaian do’a, dan lain-
lain.
2. Ibn Al-Adhim, Sejarawan Masyhur (588-660 H/ 1192- 1262 M)
Nama lengkapnya, Kamaluddin Abu al Qosim Umar bin Ahmad bin
Haibatullah bin Abi Jaradah Al Aqil, berasal dari bani Jaradah yang bermigrasi
dari Bashrah ke Allepo karena wabah penyakit. Al-Adhim lahir di Allepo,
ayahnya menjadi Qadhi Madzhab Hanafi di kota itu. Sejak tahun
616H/1219M, mulai mengajar di Allepo, setelah mendalami berbagai
pengetahuan di Allepo, Baitul Maqdis, Damaskus, Hijaz dan Irak.
Kemudian menjadi Qadhi di Allepo pada zaman Amir Al- Aziz dan Al-Nashir
dari dinasti Ayubiyah di Allepo, dan menjadi dubes kedua penguasa ini di
Baghdad dan Kairo.
Karya-karya Al-Adhim diantaranya, Zubdah al hallab min tarikh Hallaba,
Bughyah at Thalib fi Tharikh Halaba, tentang sejarah Allepo / Halaba yang
disusun secara alfabetik terdiri dari 40 juz atau 10 jilid.
Al-Adhim, melarikan diri ke Kairo hingga wafat, ketika tentara Mongol
menguasai halaba/ Allepo pada tahun 658 H / 1160 M.
3. Al-Bushiri, Sastrawan Penulis Qasidah
Burdah
Nama lengkapnya Sarafuddin Abu
Abdillah Muhammad bin Abdullah as
Shanhaji al Bushiri, lahir pada tahun 1212
M di Maroko. Al-Bushiri seorang sufi besar,
pengikut Thariqat Syadziliyah, dan menjadi
salah satu murid Sulthonul Auliya Syeikh
Abul Hasan Asy-Syadzily, r.a. Gurunya
yang lain beberapa ulama tasawuf seperti
Abu Hayyan, Abu Fath bin Ya’mari dan Al
‘Iz bin Jama’ah al Kanani Al Hamawi.
Sejak masa kanak-kanak, dididik olek ayahnya sendiri dalam mempelajati Al-
Qur’an untuk memperdalam ilmu agama dan kesusastraan Arab.
Al-Bushiri dikenal sebagai orang yang wara’ (takut dosa). Pernah suatu ketika
ia akan diangkat menjadi pegawai pemerintahan kerajaan Mesir, akan tetapi
melihat perilaku pegawai kerajaan membuatnya menolak.
Al-Bushiri lebih menonjol dalam bidang sasra dengan hasil karyanya yang
terkenal yaitu Kasidah Burdah yang diciptakannya pada abad 7 Hijrah dan dibaca
dalam berbagai acara. Kasidah Burdah adalah mutiara syair kecintaan kepada
Rasulullah. Puisi Pujian Al-Bushiri kepada Nabi tidak terbatas pada sifat dan
kualitas pribadi Nabi, tetapi mengungkap kelebihan Nabi yang utama yaitu
mukjizat Al-Quran.
Beberapa ulama sufi yang menjadi guru Al-Bushiri, diantaranya, terutama
pada bidang Imam Abu Hayyan, Abul Fath bin Sayyidunnas Al-Ya’mari Al
Asybali Al Misri pengarang kitab ‘Uyunul Atsar fi Sirah Sayyidil Basyar, Al ‘Iz
bin Jama’ah Al Kanani Al Hamawi salah seorang hakim di Mesir, dan masih
banyak lagi kalangan ulama besar Mesir yang memberikan ilmu pengetahuannya
kepada Al-Bushiri.
Al Bushiri sebenamya tak hanya, terkenal dengan karya Burdahnya saja. la
juga dikenal sebagai seorang ahli fikih, ilmu kalam dan ahli tasawuf.
4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)
Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar
lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu
lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan
penyebaran madzhab Sunni di Mesir.
5. Abu Abdullah Al Quda’i, Ahli Ilmu Fiqih
Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang),
Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi
Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif
(Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku
Sejarah Mesir).
6. Para ilmuan muslim lainnya seperti :
Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli
botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat an-
Nabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani,
pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa al-
Asyjar (kitab komprehensif tentang Identifikasi Tanaman, Bebatuan, dan
Pepohonan). Syamsuddin Khalikan, seorang ahli sejarah yang mengarang kitab
wafiyyat al-‘Ayan. Abul Qosim al-Manfaluti, sosok ulama yang ahli dalam
bidang ilmu fiqih. Al Hufi, ilmuan ahli tata bahasa Arab. Abu Abdullah
Muhammad bin Barakat, ulama ahli nahwu (gramatika bahasa Arab) dan ahli
tafsir Al-Qur’an.
0 komentar:
Posting Komentar