Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia
Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual
bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits,
fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah
juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan
karya ilmiah.
a. Ulama Hadits (Muhadditsin)
Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah
sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan
pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi
Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber
hukum yang benar.
Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama
hadits tersebut adalah :
1. Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M)
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin
Muqirah Al-Ja’fi bin Bardizbah Al-Bukhari, lahir bulan Syawal 194 H di Bukhara,
Uzbekistan, Asia tengah sehingga dikenal dengan panggilan ‘Al-Bukhari’.
Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-
Tsiqat, Ibnu Hiban menulis bahwa ayah Bukhari dikenal sebagai seorang yang
wara’, seorang ulama bermazhab Maliki dan murid dari Imam Malik, ulama besar
dan ahli fiqih. Ia wafat ketika Bukhari masih kecil.
Imam Bukhari sudah melakukan pengembaraan menuntut ilmu sejak berusia
sepuluh tahun. Ia pergi ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah,
Mekkah Mesir, dan Syam.
Imam Bukhari berguru pada Syekh Ad-Dakhili. Ulama ahli Hadist yang
mashur di Bukhara. Pada usia 16 tahun ia mengunjungi kota suci Makkah dan
Madinah untuk mengikuti kuliah dari para guru besar
Hadist. Pada usia 18 tahun dia sudah hafal karya Mubarak
dan Waki’ bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh
Ishaq, menghimpun Hadist-Hadist shahih dalam satu kitab.
Dari satu juta Hadist yang diriwayatkan 80.000 Rawi
disaring menjadi 7.275 Hadist.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi Hadist Sahih,
Imam Bukahri menghabiskan waktu selama 16 tahun
mengunjungi berbagai kota untuk menemui para Rawi
Hadist. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Basrah, Mesir, Hijaz
(Mekkah, Madinah), Kufah, Baqhdad sampai Asia Barat.
Di antara ulama Hadist yang yang termasuk guru Imam Bukahri adalah Ali-
bin al-Madani, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Makki bin Ibrahim al-Bakhi,
dan Muhammad bin Yusuf Al-Baikandhi. Selain itu, banyak ahli Hadist yang
berguru kepadanya, diantaranya Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi,
Muhammad Ibnu Nazr, dan Imam Muslim.
Imam Bukhari merupakan ulama Hadist yang banyak menulis kitab-kitab
Hadist. Kitab-kitabnya menjadi rujukan bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk
di Indonesia. Sebagian diantara karya-karya adalah: Sahih Bukhari, al-Adab al-
Mufrad, adh-Dhuafa ash-Shqhir, at- Tarikh as- Shaghir, at- Tharikh al- Aushat. At thrikh al- Kabir, at-Tafsir al-Kabir, al-Ilal, Raful yadain fi as-Salah, Birrul al-
Walidain, ad-Dhuafa, al-hibah. Diantara karya-karya tersebut yang termashur
adalah al-Jami’ al-Musnad ash-Sahih al- Mukhtasar min Umur Rasul Allah was
Sunanih wa Ayyamih.
Imam al-Bukhari wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H dalam usia 62
tahun. Jenazahnya dikuburkan di Khartank, sebuah desa di Samarkand.
2. Imam Muslim (204-261 H/810-870 M)
Nama lengkapnya Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin
Kausyaz Al-Qusyairi An- Naisaburi, dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H/810
M. Naisabur, saat itu termasuk wilayah Rusia, yang dalam sejarah Islam dikenal
dengan sebutan Maa Wara’a an Nahr, daerah-daerah yang terletak di belakang
Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.
Naisabur pernah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan kurang lebih 150
tahun pada masa Dinasti Samanid. Bahkan, kota Naisabur dikenal juga saat itu
sebagai salah satu kota ilmu, tempat berkumpulnya ulama besar dan pusat
peradaban di kawasan Asia Tengah.
Imam Muslim sangat menyukai ilmu Hadist. Kecerdasan dan ketajaman
hafalannya sudah ditunjukkan sejak kecil. Pada usia 10 tahun, sering datang
berguru kepada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun
kemudian, Muslim mulai menghafal Hadist dan berani
mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam
periwayatan Hadist. Kecintaannya kepada ilmu Hadist
menjadikannya pngembara ke berbagai tempat dan
untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah Hadist.
Imam Muslim banyak
menulis kitab-kitab Hadist,
diantaranya yang termashur
adalah, al-Jami’ ash-Sahih atau
dikenal sebagai Shahih Muslim, al-Musnad al-Kabir, al-Asmah Wal-
kun,al-Ilal, al-Qaran, Sualat Ahmad bin Hambal, al-intifa’ bi
Uhubis-Siba’, Al-Muhadramain, Man laisa lahu Illa Rawin Wahid,
kitab Auladish-shaba, dan kitab Auham al-Muhaddisin. Selain itu,yang paling mashur adalah ash-Sahih, yang judul lengkapanya adalah al-Musnad as-
Shahih al- Mukhtashar Min as-Sunan bin Naql al-Adl’an Rasul Allah, berisi 3,033
Hadist.
Beliau wafat pada hari Ahad sore, dimakamkan di Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Nisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H/5 Mei 875 M, dalam usia
55 tahun.
3. Imam Abu Daud (202-275 H/817-889 M)
Nama lengkapnya, Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishaq
bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr Al-Azdi As-Sijistani,
dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan. Sejak kecil,
Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama. Belum
cukup dewasa, sudah mengunjungi dan mengelilingi
berbagai negeri seperti Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah,
Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain, untuk belajar Hadist
Gambar Iluatrasi 18 :Kitab Sunan Abi Dawud
Sumber : alfikeer.com
dari para ulama. Hadist-Hadist yang diperolehnya disaring dan hasil
penyaringannya dibukukan dalam kitab As-Sunan.
Abu Dawud mengunjungi Baghdad berkali-kali untuk mengajarkan Hadist dan
fiqh kepada penduduk dengan menggunakan kitab Sunan sebagai pegangannya.
Kitab Sunan karyanya itu dipuji oleh Ahmad bin Hanbal, ulama fiqh termasyhur
dalam empat Imam Madzhab.
Kemudian Abu Dawud menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat
yang menghendaki supaya Basrah menjadi pusat bagi para ilmuwan dan peminat
Hadist.
Para ulama yang menjadi guru Imam Abu Dawud sangat banyak jumlahnya,
diantaranya Ahmad bin Hanbal, Al-Qa’nabi, Abu ‘Amr Ad-Darir, Muslim bin
Ibrahim, Abdullah bin Raja’, Abu’l Walid At-Tayalisi dan lain-lain. Sebahagian
dari gurunya ada yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti
Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa’id. Adapun para
ulama yang menjadi muridnya atau mengambil ilmunya, antara lain Abu ‘Isa At-
Tirmidzi, Abu Abdur Rahman An-Nasa’i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud, Abu Awanah, Abu Sa’id al-A’rabi, Abu Ali al-Lu’lu’i, Abu Bakar bin
Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.
Abu Dawud adalah salah seorang ulama besar yang prilakunya wara’, saleh
dan bijksana. Sifat-sifat mulianya diungkapkan oleh sebahagian ulama dengan
menyatakan:
“Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa
dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini
menyerupai Waki’, Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur,
Mansur menyerupai Ibrahim An-Nakha’i, Ibrahim menyerupai ‘Alqamah dan ia
menyerupai Ibnu Mas’ud. Sedangkan Ibnu Mas’ud sendiri menyerupai Nabi SAW
dalam sifat-sifat tersebut.”
Imam Abu Dawud menulis
banyak kitab Hadist, antara lain:
Kitab As-Sunnan (Sunan Abu
Dawud), Kitab Al-Marasil. Kitab Al-
Qadar, An-Nasikh wal-Mansukh,
Fada’il al-A’mal, Kitab Az-Zuhd.
Dala’il an-Nubuwah, Ibtida’ al-Wahyu, Ahbar al-Khawarij. Kitabnya yang banyak
dikenal di kalangan umat muslim Indonesia adalah Kitab As-Sunan Abu Dawud.
Abu Dawud meninggal di Basrah pada tanggal 16 Syawwal 275 H/889 M.
4. Imam At-Tirmidzi (209-279 H/824-892 M)
Imam Tirmidzi banyak mengarang kitab diantaranya, Kitab Al-ilal, Kitab Asma
Ash-Shahabah, Kitab Al-Asma’ Al-Kuna, dan yang terkenal adalah Kitab As-Sunan.
Dalam bab Hadist Hasan disebutkan bahwa Sunan At-Tirmidzi adalah induk Hadist
Hasan. Dalam kitab tersebut ada empat bagian: pertama bagian yang dipastikan
kesahihannya, kedua bagian yang mencapai syarat, Abu Daud dan An-Nasai’, ketiga
bagian yang jelas illatnya, keempat dalam hal yang ia terangkan dalam katanya
sendiri. ‘’Yang kutakhrijkan dalam kitabku ini adalah Hadist yang telah diamalkan
oleh sebagian ulama’’.
Diantara keistimewaan kitab As-Sunan adalah yang diisyaratkan oleh Abdullah
bin Muhammd Al-Anshari dengan ucapan beliau: ‘kitab At-Tirmidzi bagiku lebih terang dari pada kitab Al-Bukhari dan Muslim’. Kitab At-Tirmidzi menurutnya
bisa dicapai oleh setiap orang, baik ahli fiqih ahli Hadist atau ahli yang lainnya.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi,
bertukar pikiran dan mengarang pada ahir hidupnya dia menderita penyakit buta,
beberapa tahun lamanya. Dalam keadaan seperti inilah Imam At-Tirmidzi kemudian
meninggal. Ia wafat di Tirmidzi pada malam Senin, 13 Rajab tahun 279 H/8
Oktober 892 dalam usia 70 tahun.
5. Imam An-Nasa’i (215-303 H/839-915)
Nama lengkapnya Abu Abdurrahman bin Syu’aib bin Ali Ibnu Abi Bakar Ibnu
Sinan an-Nasai, lahir pada tahun 215 H. Dikenal dengan nama Nasa’i dinisbatkan
dengan kota Nasa’i , salah satu kota di Khurasan. Imam Nasi’i menerima Hadist
dari Sa’id, Ishaq bin Rahawahih dan ulama-ulama lain dari tokoh Hadist di
Khurasan, Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Jazirah Arab.
Imam Nasa’i terkenal karena ketinggian sanad Hadistnya. Kitab Sunan An-
Nasa’i mengandung lebih sedikit Hadist Dhaifnya, setelah Hadist Sahih Bukhari
dan Shahih Muslim. Diantara para gurunya adalah Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin
Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih Al-Harist bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu
Daud, dan Imam Abu Isa At-Tirmidzi. Adapun ulama-ulama yang pernah berguru
kepadanya diantaranya: Abu Al-Qasim At-Tabarani (pengarang kitab Mu’jam),
Abu Ja’far At-Thahawi, Al-Hasan bin Al-Khadir As-Suyuti, Muhammad bin
Muawiyah bin Al-Ahamr An-Dalusi, Abu Naashr Al-Dalaby, dan Abu Bakar bin
Ahmad As-Sunni.
Kitab-kitab Hadist karya Iman An-Nasa’i diantaranya: As-Sunan al-Kubra yang
dikenal dengan Sunan An-Nasa’i, As-Sunan al-Mujtaba, Kitab at-Tamyiz, Kitab
Adh-Dhu’afa, Khasa’is Ali, Musnad Ali, Musnad Malik dan Manasik al-Hajji .
Imam An-Nasa’i wafat pada tahun 303 H/915 M dan dimakamkan di Bait Al-
Maqdis, Palestina.
6. Imam Ibnu Majah (209-273 H/824-887 M)
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah Ar-Rabi’i
Al-Qazwini. Lebih akrab dipanggil Ibnu Majah. Ibnu Majah terkenal kejujuran dan
akhlak mulianya. Dilahirkan di Qazwin, Irak pada 209 H/824 M. Sebutan Majah
dinisbahkan kepada ayahnya, Yazid, yang juga dikenal dengan nama Majah Maula Rab’at. Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja dan menekuni bidang ilmu
Hadis pada usia 15 tahun kepada seorang guru ternama Ali bin Muhammad At-
Tanafasi.
Bakat dan minatnya di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang membuat
Ibnu Majah berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari,
mengumpulkan, dan menulis Hadist. Puluhan negeri telah ia kunjungi, antara lain
Rayy (Teheran), Basra, Kufah, Baghdad, Khurasan, Suriah, Mesir dan Hijaz. Ia
menerima Hadist dari para ulama Hadist di tempat-tempat yang dikunjunginya
diantaranya dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin
Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam, dan para
pengikut perawi dan ahli Hadis, Imam Malik serta Al-Lays.Juga dari Ishaq bin
Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah Al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, dan
sebagainya.
Melalui pertemuannya dengan berbagai ulama Hadist di berbagai tempat inilah,
Ibnu Majah dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusan Hadis dari
sumber-sumber yang dipercaya kesahihannya.
Sepanjang hayatnya, Imam Ibnu Majah telah menulis puluhan buku, baik dalam
bidang Hadist, sejarah, fikih, maupun tafsir. Di bidang tafsir, antara lain menulis
Tafsir Al-Qur’anul Karim. Di bidang sejarah, At-Tariikh, yang memuat biografi
para perawi Hadist sejak awal hingga ke masanya. Adapun karyanya yang paling
monumental dan populer di kalangan Muslim dan literatur klasik adalah kitab di
bidang Hadist berjudul Kitab Sunan Ibnu Majah. Menurut Muhammad Fuad Abdul
Baqi, penulis buku Mu’jam Al-Mufahras li Alfaz Alquran (Indeks Alquran), jumlah
Hadist dalam kitab Sunan Ibnu Majah berjumlah 4.241 buah Hadis.
Kontribusinya di bidang ilmu-ilmu Islam itu, khususnya bidang ilmu Hadis,
banyak mendapat pujian dari para ulama besar lainnya. Abu Ya’la Al-Khalili Al-
Qazwini mengatakan, “Ibnu Majah adalah seorang yang terpercaya, yang
disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan pdoman pendapat-pendapatnya.
Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal Hadist’. Begitu juga Ibnu
Katsir, ulama Tafsir termasyhur mengatakan dalam kitabnya, Al-Bidayah:
“Muhammad bin Yazid (Ibnu Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur.
Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada Hadis dan usul serta
furu’.”
Ibnu Majah meninggal pada tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M, di tanah
kelahirannya, Qazwin, Irak.
b. Ulama Fiqih (Fuqaha)
Pada masa Daulah Abbasiyah perkembangan ilmu fiqih cukup baik, seiring
dengan munculnya ulama-ulama mujtahid yang berperan besar dalam menetapkan
hukum-hukum Islam. Hasil ijtihad itu kemudian dijadikan sebagai pedoman umat
Islam dalam menentukan hukum terhadap sebuah persoalan agama.
Diantara ulama fiqih yang populer saat itu dikenal dengan sebutan “Imam
Madzhab”. Ada empat orang ulama yang masuk kedalam kategori imam madzhab dan
disebut sebagai “Madzahibul ‘Arba’ah”.
Mari kita mengenal ulama-ulama fiqih berikut ini :
1. Imam Abu Hanifah (Ulama Ilmu Teologi Dialektik, Pendiri Madzhab Hanafi)
Nu’man bin Tsabit bin Zuta, dikenal sebagai Abu Ḥanifah, lahir di Kufah, Irak
pada 80 H/699 M dan wafat di Baghdad, Irak, 150 H/768 M, sebagai pendiri
Madzhab Hanafi.
Secara keseluruhan, Abu Hanifah hidup selama 70 tahun dalam hitungan
kalender Hijriyah. Dia hidup di masa transisi dua kekuatan besar dalam Dunia
Islam, yakni dari Dinasti Umayyah menuju Dinasti Abbasiyah. Abu Hanifah hidup
di masa pemerintahan Dinasti Umayyah, dan dia menyaksikan bagaimana dinasti ini
mengalami kemunduran dan akhirnya jatuh.
Ia juga hidup di era Abbasiyah, yakni di masa pemerintahan dua khalifah, Abu
al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (berkuasa 132-136 H / 750-754 M),
Khalifah Abbasiyah pertama; dan Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur
(berkuasa 136-158 H / 754-775 M), Khalifah Abbasiyah kedua.
Pada masa remajanya, telah menunjukkan
kecintaannya kepada ilmu. Disamping menuntut ilmu
fiqh, juga mendalami ilmu tafsir, hadits, bahasa arab
dan ilmu hikmah. Meski anak seorang saudagar kaya,
kehidupannya sangat sederhana. Abu Hanifah seorang
yang takwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak
diisi dengan amal ibadah. Jika berdoa air matanya
bercucuran mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Gambar ilustrasi 19 : Fiqih Akbar
karya besar Imam Abu Hanifah
Sumber : world of islam portal
Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah sahabat Nabi, karena
pernah bertemu dengan sahabat Nabi, diantaranya bernama Anas bin Malik, dan
meriwayatkan Hadist darinya.
Selanjutnya, Imam Hanafi disebut sebagai tokoh yang pertama kali menyusun
kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok mulai dari bab kesucian (taharah), salat
dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik
bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Madzab Hanafi dan fatwa-fatwanya disebarluaskan oleh murid-muridnya
sehingga tersebar luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara
muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, guru dari
Imam Syafi’i.
Karya-karya yang ditinggalkan oleh Imam Hanafi diantaranya Fiqh Akbar, Al
‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akbar. Dalam menetapkan hukum, Imam
Hanafi menggunakan metode berdasarkan Al Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat,
Istihsan, Ijma’ dan ‘Urf.
2. Imam Malik bin Anas (Mufti Madinah, Pendiri Madzhab Maliki)
Nama lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al-
Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin Al-Haris Dzi Ashbah, dilahirkan di
Madinah al Munawwaroh pada tahun 93 H (93-179 H/712-795 M).
Imam Malik menerima Hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan
Tabi’in dan 600 dari Tabi’ut tabi’in. Imam Malik belajar di Madinah dan menulis
kitab Al-Muwatta, yang disusun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70
ahli Fiqh di kota Madinah. Kitab Al Muwaththa’ berisi 100.000 hadits, yang
diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyhur adalah riwayat
dari Yahya bin Yahyah Al-Laitsi Al-Andalusi Al-Mashmudi.
Karya-karyanya antara lain :
- Al-Muwattha berisi Hadist-hadist serta pendapat para sahabat dan ulama-
ulama Tabi’in yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Kitab
ini ditulis atas anjuran Khalifah Al-Mansur.
- Al-Ushul As-Saghir
- Risalah fil ‘Aqdiyah
- Risalah fil Qadar
Imam Malik menyusun mazhabnya atas empat dasar rujukan: Kitab Suci,
Sunnah Rasul, Ijma’, dan Qias. Pada masanya Imam Malik paling berpengaruh di
seluruh Hijaz, dikenal dengan sebutan “Sayyid Fuqaha Al-Hijaz” (pemimpin ahli
fiqih di seluruh daerah Hijaz). Ia mempunyai banyak sahabat (murid), di antaranya
yang terkenal ialah Muhammad bin Idris bin Syafii, Al-Laisy bin Sa’ad, Abu Ishaq
Al-Farazi.
Pengikut mazhab Imam Malik yang terbanyak terdapat di Tunisia, Tripoli,
Magribi, dan Mesir. Imam Malik menderita sakit selama 22 hari, kemudian 10 hari
setelah itu ia wafat. Sebagian meriwayatkan Imam Malik wafat pada 14 Rabiul
awwal 179 H pada usia 87 tahun.
3. Imam Syafi’i (Pendiri Madzhab Syafi’i)
Umat Islam sangat beruntung memiliki ulama sekaligus perawi hadits yang
sangat disegani. Dialah Imam Syafi’i. Saat usia sembilan tahun, seluruh ayat Al-
Qur’an dihafalnya dengan lancar (bahkan ia sempat 16 kali khatam Al-Qur’an,
dalam perjalanannya antara Makkah dan Madinah). Setahun kemudian, isi kitab Al-
Muwatta karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadits pilihan juga dihafalnya tanpa cacat. Kecerdasan membuat dirinya dalam usia 15 tahun telah duduk di kursi mufti
kota Makkah, sebuah jabatan prestisius untuk ukuran masa itu.
Gambar ilustrasi 20 : Imam Syafii. Sumber : IDN Times
Bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman AS-Syafi’i bin
Ubaid bin Hisyam bin Abdul Muthallib bin Abdul Manaf bin Qusay, ia merupakan
keturunan Quraisy dari Bani Muththalib, nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul
Manaf. Dilahirkan di Gaza, Palestina pada 150 H/767 M, hidup pada masa khalifah
Al-Rasyid, Al-Amin dan Al-Ma’mun dari Daulah Abbasiyah.
Ketika hampir berumur 20 tahun, pergi ke Madinah untuk berguru kepada
Imam Malik. Kemudian pergi ke Irak, bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu
Hanifah. Selanjutnya ke Parsi dan beberapa negeri lain.
Imam Syafi’i diminta oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid supaya tinggal di
Baghdad dan menyiarkan agama. Pandangan dan pendapatnya diterima oleh segala
lapisan.
Imam Syafi’i bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah, bertukar
pikiran dengan ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah.
Pertemuan langsung Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di
Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin
Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan
nasikh dan mansukhnya. Melalui pergaulannya inilah Imam Syafi’i dapat
menyusun pandangan-pandangannya, yang dikenal dengan ‘’qaul qadim” (pendapat
yang pertama).
Kemudian ia kembali ke Mekah hingga tahun 198 H. Pada tahun yang sama
pergi ke Mesir. Di Mesir inilah, Imam Syafi’i menyusun pendapatnya yang baru,
yang dikenal dengan istilah ‘’qaulul jadid’’.
Imam Syafi’i seorang mujtahid mutlak, Ulama Fiqh, Ulama Hadist, dan
Ushul. Ia mampu memadukan Fiqh ahli Irak dan Fiqh ahli Hijaz. Dasar
madzhabnya ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Diantara karya
monumentalnya adalah “Ar- Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab
“Al -Umm” yang berisi Madzhab Fiqhnya yang baru.
Wasiatnya yang penting, terutama bagi ulama yang mendukung dan mengikuti
mazhab Syafi’i, ialah “Apabila hadits itu sah, itulah mazhabku, dan buanglah
perkataanku yang timbul dari ijtihadku”.
Pengikut mazhab Syafi’i yang terbanyak adalah di Mesir, Kurdistan, Yaman,
Aden, Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia. Imam Syafi’i wafat di akhir
bulan Rajab pada tahun 204 H/820 M, dan dimakamkan di Mesir.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Nama lengkapnya, Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al-
Marwazi Al Baghdadi, lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H di Baghdad.
Pada usia 15 tahun hafal Al-Qur’an. Dia juga dikenal sebagai orang yang paling
indah tulisannya.
Imam Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, hafal lebih dari satu
juta Hadist. Banyak pujian dari para ulama tetang keistimewaan hafalan Imam
Hambali, sebagaimana dikatakan Imam Asy-Syafi’i, bahwa “Ahmad bin Hambal
adalah imam dalam delapan hal: Imam dalam Hadist, Imam dalam Fiqih, Imam
dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam
kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Kezuhudannya pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al-Maimuni
bahwa rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Ia memakai peci
yang dijahit sendiri dan kadang ke tempat membawa kampak untuk bekerja dengan
tangannya. Begitu juga sifat tawadhu'nya. Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak
pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman
dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia
membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Guru-guru Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang
berasal dari berbagai tempat seperti Mekkah Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan
lainnya. Guru-guru tersebut diantaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar
As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin
‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil. Adapun para muridnya diantaranya
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasa’i, Imam Tirmidzi,
Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin
Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.
Kitab-kitab karyanya sangat banyak, diantaranya: Kitab Al -Musnad yang berisi
lebih dari dua puluh tujuh ribu Hadist, Az-Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul
Qur’an, Al -Imaan, Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Al-Asyribah dan Al-Faraidh.
Imam Hambali meninggal pada umur 77 tahun hari Jum’at, 12 Rabi’ul Awwal
tahun 241 H. Dalam proses penguburannya dihadiri oleh 800.000 orang pelayat
lelaki dan 60.000 orang pelayat perempuan.
c. Ulama Tafsir (Mufassir)
Pada masa Daulah Abbasiyah, ilmu tafsir mengalami perkembangan sangat pesat,
di masa Daulah Abbasiyah bermunculan karya-karya di bidang tafsir yang dapat
dipelajari untuk generasi berikutnya. Pada masa itu metode tafsir mengacu pada dua
cara :
Cara tradisional atau Tafsir bil Ma’sur yaitu cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan fatwa para sahabat Nabi Saw.
Cara Rasional atau Tafsir bir Ra’yi yaitu penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan
rasio atau akal.
1. Imam Ibnu Jarir At-Thabari
Nama lengkapnya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin
Ghalib Al-Amali At-Tabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau At-Tabari. Lahir di
daerah Amol, Tabaristan (sebelah selatan Laut Kaspia) pada tahun 838 M. Hidup
dan tumbuh di lingkungan keluarga berada dan perhatian penuh terhadap
pendidikan, terutama bidang keagamaan.
Pada masanya, perkembangan kebudayaan Islam di bidang ilmu pengetahuan
sedang mengalami kejayaan dan kemajuannya. Kondisi ini semakin
mengembangkan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kegiatan menghafal
Al-Qur’an dimulainya sejak usia 7 tahun, dan melakukan pencatatan hadis dimulai
sejak usia 9 tahun. Semangatnya luar biasa dalam menuntut ilmu sekaligus juga semangat untuk melakukan ibadah. Pada usia 8 tahun, memperoleh kepercayaan
menjadi imam salat.
Ia melakukan perjalanan keilmuan ke kota Ray, Baghdad, Suriah dan juga di
Mesir. Ke Rayy berguru kepada al-Razi, di bidang Hadist kepada Al-Musanna bin
Ibrahim al-Ibili. Ke Baghdad ingin berguru kepada Ahmad bin Hanbal, sayang
sesampainya disana ternyata telah wafat. Kemudian menuju dua kota besar di
selatan Baghdad, yakni Basrah dan Kufah.
Di Basrah berguru kepada Muhammad bin’Abd Al-A’la Al-San’ani (w. 245 H/
859 M), Muhammad bin Musa Al-Harasi (w. 248 H/ 862 M) dan Abu Al-‘As’as
Ahmad bin Al-Miqdam (w. 253 H/ 857 M), dan Abu Al-Jawza’ Ahmad bin ‘Usman
(w. 246 H/ 860 M). Khusus di bidang tafsir ia berguru kepada seorang Basrah
Humayd bin Mas’adah dan Bisr bin Mu’az Al-‘Aqadi (w.akhir 245 H/ 859-860 M),
meski sebelumnya pernah banyak menyerap pengetahuan tafsir dari seorang Kufah
Hannad bin Al-Sari (w. 243 H/ 857 M).
Setelah beberapa waktu di dua kota tersebut, kemudian kembali ke Baghdad
dan menetap untuk waktu yang lama. Ia memusatkan perhatian pada qira’ah (cara
baca) dan fiqh dengan bimbingan guru, seperti Ahmad bin Yusuf Al-Sa’labi, Al-
Hasan Ibnu Muhammad Al-Sabbah Al-Za’farani dan Abi Sa’id al-Astakhari.
Kemudian, melakukan perjalanan keilmuan lagi ke berbagai kota untuk mendalami
gramatika, sastra dan qira’ah. Hamzah dan Warasy termasuk orang-orang yang
memberikan kontribusi ilmunya kepada At-Tabari. Keduanya tidak saja dikenal di
Baghdad, tetapi juga di Mesir, Syam, Fustat, dan Beirut. Dorongan kuat untuk
menulis kitab tafsir diberikan oleh salah seorang gurunya Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan
Waqi’ Ibnu Al-Jarrah, Syu’bah bin Al- Hajjaj, Yazid bin Harun dan ‘Abd Ibnu
Hamid.
At-Tabari banyak menulis kitab berkaitan dengan berbagai bidang ilmu, seperti
ilmu Tafsir, Ilmu Sejarah, Hadist, hukum, teolgi, etika, dan lain-lain. Di antara
karyanya yang terkenal adalah Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul
dan Raja), atau lebih dikenal sebagai Tarikh at-Tabari. Kitab ini berisi sejarah dunia
hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam menuliskan berbaga
peristiwa dalam sejarah Arab dan Muslim. Karya lainnya yang juga terkenal berupa tafsir Quran bernama Tafsir Al-
Tabari, yang sering digunakan sebagai sumber oleh pemikir muslim lainnya, seperti
Baghawi, As-Suyuthi dan juga Ibnu Katsir.
At-Tabari wafat pada hari Senin, 27 Syawal 310 H bertepatan dengan 17
Pebruari 923 M dalam usia 85 tahun.
2. Imam Ibnu Katsir
Nama lengkapnya, Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Al-
Bushrawi, dilahirkan di Mijdal, sebuah tempat di kota Bashrah pada tahun 701
H/1302 M). Ayahnya, seorang khatib dan meninggal ketika Ibnu Katsir baru
berusia empat tahun. Selanjuntnya, diasuh dan dididik oleh kakaknya, Syaikh Abdul
Wahhab. Pada usia lima tahun diajak pindah ke Damsyik, negeri Syam pada tahun
706 H. Beberapa karyanya yang terkenal adalah:
1. Tafsir al-Qur-an, kitab tafsir dengan riwayat, telah diterbitkan berulang kali
dan telah diringkas oleh banyak ulama.
2. Al-Bidaayah wan Nihayah, terdiri dari 14 jilid, berisi kisah-kisah para Nabi
dan umat-umat terdahulu, sirah Nabawiyah, sejarah Islam.
3. At-Takmiil fi Ma’rifatis Siqat wa Dhu’afa wal Majaahil. Di dalamnya
terangkum dua kitab dari tulisan guru beliau, yaitu al-Mi zzi dan adz-
Dzahabi(Tahdzibul Kamal fi Asma Rijal) dan (Liizan I’tidal fii Naqdir
Rijal) dengan disertai beberapa tambahan yang bermanfaat dalam masalah al-
jarh wat ta’dil.
4. Jami’ al-Masanid, berisi Musnad Imam bin Hanbal, A|-Bazzar, Abu Ya’la
Al-Mushili, Ibnu Abi Syaibah, beserta Kutubus Sittah. Disusun berdasarkan
bab-bab fiqih.
5. Thabaqaat asy-Syafi’iyyah, berisi biografi Imam Asy-Syafi’i.
6. Sirah Nabawiah, berisi sejarah Nabi Muhammad saw. Dan lain-lain.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani, Ibnu Katsir hilang penglihatan di
akhir hayatnya dan wafat di Damaskus, Syam pada tahun 77 4 H/ 1373 M.